SAMARINDA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahakam Ulu ( Mahulu), menggelar Rapat Evaluasi dan Fasilitasi Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Lembaga Adat, bertempat Ruang Tepian II Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda. Senin (13/01).
Acara yang dihadiri juga oleh Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo, SH,.M.Si, Wakil Ketua II DPRD Mahulu Martin Hat L,ST.,M.Si, dan Ketua Komisi I DPRD A. Kelawing Bayau, S.Pd, Ketua Komisi II DPRD Bo Himang, SE, Ketua Komisi III Hendrikus Keling berserta Anggota Komisi DPRD Mahulu, Ketua Dewan Adat Dayak Wilayah Mahakam Ulu (DADWMU) Y. Hibau Ului, Kabag Binwas Biro Hukum Provinsi Kaltim Ahmad Basuki Nugroho, SH.,M.Si.
Mewakili Pemkab Mahulu hadir Inspektorat Mahulu Budi Gunarjo Ompusunggu, SE, Ak, MM, CA, AAP, saat memimpin jalannya rapat tersebut menyampaikan Pemkab mengharapkan dalam kesempatan tersebut akan ditemukan solusi.
“Karena Perda ini sudah diterapkan, tentunya ketika dilakukan evaluasi atau apapun namanya, tentu karena ada yang mengganjal serta belum dapat diimplementasikan secara penuh,” kata Inspektur.
Inspektur mengungkapkan dalam proses disusunnya Perda ini sudah dilalui tahapan dan proses yang sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dalam perjalanan Perda ini ditetapkan, dalam beberapa pasal, mungkin tidak banyak saya melihat terkait dengan pembiayaan. Dan terkait pembiayaan, Pemda melalui OPD terkait telah mengalokasikan biaya dlm rangka kegiatan lembaga ini , serta mungkin setelah Perda berjalan para pengurus dan anggota tidak mendapat sepenuhnya insentif atau sebutan lain seperti tahun sebelumnya,” kata Inspektur lagi.
Untuk itu, Inspektur menegaskan agar dipahami dan dicari solusi bersama, seperti apa baiknya kedepan. “ Maka rapat ini sebagai ajang diskusi dan akan diminta beberapa masukan dan arahan khususnya dari Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri, agar Perda ini dapat dilaksanakan dan implementatif di lapangan,” tandasnya.
Dan kemudian akan diminta pula masukan dari peserta lain yang hadir, diantaranya BPKP Provinsi Kaltim, Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Kaltim, Biro Hukum Provinsi Kaltim, BPKAD dan BAPELITBANGDA Mahulu serta masukan dari Kepala adat.
“ Seperti apa yang Lembaga Adat inginkan, karena Lembaga Adat dan Masyarakat Hukum Adat harus kita akomodir, tentunya harus mengikuti norma dan peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Hal senada disampaikan, Wakil Ketua II DPRD Mahulu Martin Hat L,ST.,M.Si agar dari pertemuan tersebut didapat solusi yang bijak dan tidak ada efeknya terhadap hukum yang berlaku, artinya hukum yang ada diatas Perda. Dan dalam penyampaiannya, menyinggung jangan sampai Pemda melakukan pembiayaan Lembaga Adat sehingga menjadi temuan.
“Bagaimana pun APBD ini ada aturannya, satu perak pun ada aturan regulasinya yang mengatur itu. Jika salah, maka BPK RI selalu melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan APBD kita dan melihat apakah kita taat pada aturan, jika tidak taat maka jelas akan menjadi temuan,” ujarnya.
Untuk itu, Wakil Ketua II DPRD Mahulu ini mengungkapkan terkait hal pembiayaan, pemerintah masih berdiskusi. “Bukan berarti tidak mengakui Perda ini, kita masih berdiskusi mengenai pembiayaan yang alokasinya dari APBD, dan yang kita kuatirkan jangan sampai pemerintah menganggarkan biaya sehingga mendapat temuan- temuan dari pihak pemeriksa,” ungkapnya.
Kemudian ia kembali menegaskan hal tersebut perlu diskusikan dengan baik, ” Ini yang kami minta, bisa duduk bersama dengan pihak- pihak yang khususnya terkait dengan anggaran,” tandas Wakil Ketua II DPRD Mahulu.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Dayak Wilayah Mahakam Ulu (DADWMU) Y. Hibau Ului menyampaikan beberapa hal terkait agenda yang dibahas dalam rapat, salah satunya Dewan Adat tidak menyatakan dicabut atau dibatalkan Perda No. 7 Tahun 2018. Ia menuturkan didalam setiap Produk Perda tentunya ada kekuruangan perlu dilakukan perbaiki/ revisi.
“Kelemahannya apa yang kita lihat disini itu juga yang dipertanyakan dari pihak kementerian pada pasal yang sangat krusial sekali tentang pembiayaan, seperti yang disampaikan Inspektur dan Wakil Ketua II DPRD Mahulu bahwa takut kena temuan. Betul, karena susunan dari pada aturan-aturan yang mengatur, mohon maaf karena tidak dituliskan dari payung hukumnya, maka turunannya pun tidak dilakukan,” tuturnya.
Lanjutnya, Salah satunya adalah UUD 1945 ayat 18b Pasal 2 tidak dicantumkan tentang pengakuan pemerintah negara kepada masyarakat adat dan kelembagaan adatnya. Kemudian Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2014 yang mengatur tentang penentuan Konkuren, artinya kewenangan pusat yang diberikan kepada daerah. Ada kewenangan penuh pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur maupun Bupati yang mengatur sehingga membentuk satu turunan dari Perda itu ada Perbup nya mengenai rincian- rincian itu.
“Kita melihat bersama didalam pasal ini khususnya pasal yang berkaitan dengan pembiayaan. Pembiayaan menjadi permasalahan yang kita bicarakan dalam konteks ini. Hal- hal lain disesuaikan saja,” ujarnya lagi.
Untuk itu Ketua DADWMU mengatakan takut jika tidak ada kejelasan yang mengatur tentang keuangan itu. “Kami juga takut, karena bukan bapak – bapak saja yang menjadi korbannya, termasuk kami juga korbannya, oleh karenanya usul dan saran kami perlu kita melihat secara seksama dasar hukum mana yang mengatur pembiayaan ini dan secara rinci,” tandasnya.
Maka ia pun berharap, agar adanya kejelasan mengenai Perda tersebut, dan langkah apa yang diambil dalam konteks ini, “Yang berkewenangan bantu kami agar menyempurnakan Perda ini sehingga berjalan sesuai harapan, pemerintah tidak mendapat masalah, dan kami pun pengguna anggaran tidak mendapat masalah,” harap Ketua DADWMU. (HMS10)
Tidak Ada Komentar