Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri Sukoyo, SH,.M.Si,( kiri pertama) saat memberikan arahan saat Rapat Evaluasi dan Fasilitasi Perda No.7 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum dan Lembaga Adat.


Rapat Evaluasi Dan Fasilitasi Perda No.7 Tahun 2018

SAMARINDA – Rapat Evaluasi dan Fasilitasi Peraturan Daerah (Perda) No.7 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum dan Lembaga Adat, yang difasilitasi Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), hasilkan 3 (tiga) poin kesepakatan.

Pemkab Mahulu yang diwakili Inspektur Inspektorat Mahulu Budi Gunarjo Ompusunggu, SE, Ak, MM, CA, AAP selaku pimpinan rapat menyampaikan 3 poin kesepakatan dari rapat, yakni Sebagai pelaksana teknis dilapangan setelah terbitnya Perda No. 7 Tahun 2018 perlu disusun Perbup terkait Pengakuan, Perlindungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Adat dan Lembaga Adat.

Kemudian, Pemkab Mahulu segera bersurat ke Biro Hukum Provinsi dan Ditjen Otda Kemendagri tentang hasil dan kesepakatan dari rapat mengenai boleh tidaknya terkait pemberian insentif/tunjangan/gaji bulanan bagi pengurus/fungsionaris Lembaga Adat Kecamatan dan Kabupaten. Dan terakhir penyusunan dan pembahasan Perbup sebagaimana dimaksud diatas melibatkan semua pihak terkait yg difasilitasi oleh Bagian Hukum.

“Dari hasil kesepakatan tersebut, tentunya akan segera ditindak lanjuti, seperti penyampaian surat ke Pemprov Kaltim, dan juga ke Kemendagri,” tutur Inspektur Inspektorat Mahulu ini.

Hal tersebut sesuai masukan dan juga arahan dari Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo, SH,.M.Si, yang menyampaikan beberapa hal yang patut menjadi perhatian, yakni melihat dari aspek Perda, bahwa ada 2 (dua) turunan. Satu sudah jadi atau dibuat yang terkait dengan Masyarakat Hukum Adat, sedangkan yang kedua terkait struktur organisasi dan proses.

“Mudah- mudahan dalam rancangan Perda ini dimasukan perangkat daerah yang terkait,” kata Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri.

Lanjutnya, yang ketiga, harus disiapkan juga rancangan Perbup tentang Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga Adat.

“Ini belum ada, meskipun tidak menjadi delegasi langsung, tetapi ini dapat kita siapkan suatu rancangan Perbup yang terkait dengan Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat yang didalamnya yang mengatur kegiatan apa saja yang ada disana, perangkat daerah apa saja yang terlibat didalamnya,” Katanya lagi.

Kemudian, Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri, menyampaikan mengenai honor. Di buka dari regulasi yang ada, istilah honor selalu terkaitan dengan kegiatan. Dari kegiatan- kegiatan yang ada ini diberikan honor atau jasa profesi masuk disana, tetapi jika honor bulanan dianalogikan sebagai gaji bulanan ini yang tidak ada regulasinya,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta agar Pemkab Mahulu menuliskan surat pada Pemprov Kaltim yang isinya, minta penjelasan mengenai honor ini. Jika Pemprov Kaltim belum dapat memberikan penjelasan detail, segera tujukan kemendagri.

“Agar ada penjelasan tertulis dari Pemprov atau dari kami yang menjadi dasar dalam rangka pembiayaan untuk itu,” pinta Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri.

Ini sebagai salah satu jalan keluar agar tidak keliru untuk memaknai hal ini. Dan untuk honor sebagai gaji dalam tanda kutip, harus mendapat fatwa baru dari pemrov atau pun kemendagri nantinya. “Ini catatan yang harus kami sampaikan agar permasalahan ini menjadi clear,” tandasnya menutup arahannya.(HMS10).

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *