Balikpapan – Kabupaten Mahulu masih menghadapi persoalan serius terkait keterbatasan infrastruktur, sumber daya manusia, dan indikator penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan karakter wilayah perbatasan. 

Hal itu ditegaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Mahulu, Dr. Stephanus Madang, S.Sos., M.M., mewakili Bupati Mahulu, Dr. Bonifasius Belawan Geh, S.H., M.E., dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberantasan Korupsi Wilayah Kalimantan Timur di Balikpapan, pada Rabu (10/09/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Sekda Mahulu menegaskan sejumlah persoalan mendasar yang masih dihadapi pemerintah daerah serta menyampaikan harapan langsung kepada Ketua KPK RI.

“Mahulu adalah kabupaten termuda di Kaltim, baru berusia 12 tahun sejak terbentuk melalui UU Nomor 2 Tahun 2013. Sebagai daerah perbatasan, kami menghadapi tantangan berat. Jika dana transfer pusat berkurang, bisa jadi masyarakat kembali kecewa dan timbul potensi kerawanan di wilayah perbatasan,” ungkapnya.

Sekda juga mengapresiasi perhatian Gubernur Kaltim yang telah mengalokasikan anggaran infrastruktur Rp. 206 miliar pada 2025. Namun ia berharap pembangunan tidak terhambat akibat kebijakan pemotongan dana di tahun berikutnya.

Terkait kondisi infrastruktur, Sekda Mahulu menegaskan masih banyak keterbatasan di Mahulu. 

“Sinyal telekomunikasi dan listrik masih menjadi kendala besar. Di awal pemerintahan, listrik hanya 6 jam per hari. Bahkan ketika lelang terbuka mulai diterapkan, sinyal tidak tersedia sehingga petugas harus menginput data ke Samarinda atau Kutai Barat. Kondisi ini jelas mempersulit penerapan sistem digitalisasi yang menjadi tuntutan saat ini,” jelasnya.

Ia juga menyoroti keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di Mahulu. Banyak pegawai yang beralih fungsi dari profesi lain seperti guru atau tenaga kesehatan untuk mengisi kebutuhan pemerintahan. 

“Untuk jabatan camat dan posisi strategis lain, kami terpaksa mengandalkan pegawai yang ada agar pemerintahan tetap berjalan,” katanya.

Selain itu, Sekda menekankan perlunya solusi terhadap indikator penilaian kinerja daerah yang dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan karakter wilayah perbatasan.

“Kota-kota besar mungkin mudah memenuhi indikator itu, tapi bagi kami yang masih menyewa rumah penduduk sebagai kantor pemerintahan, apalagi mall pelayanan publik, jelas sulit. Karena itu kami berharap ada penyesuaian yang lebih realistis,” ujarnya.

Menutup paparannya, Sekda Mahulu menyampaikan beberapa catatan penting untuk KPK.

Pertama, perlunya pendampingan teknis yang intensif terhadap aparatur Mahulu khususnya dalam penerapan sistem digital di delapan area intervensi. Kedua, perlunya program bimbingan dan pendidikan khusus bagi ASN, terutama yang mengelola keuangan dan proyek.

“Dulu, sebelum jadi bendahara proyek atau pimpinan proyek, ada kursus dan pelatihan manajemen. Sekarang, banyak pejabat teknis ditunjuk tanpa pembekalan memadai. Ini berisiko besar, ibarat memberi kunci mobil kepada orang yang tidak bisa menyetir. Maka kami berharap pola pembinaan seperti dulu bisa dihidupkan kembali,” tegas Sekda. (Prokopim/tha)

 

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *